Kamis, 24 April 2008

TRAFIKING DI KALIMANTAN BARAT



Difinisi Trafiking menurut PBB adalah perekrutan,pemindahan,penampungan,atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan kebohongan atau penyalah gunaan kekuasaan/posisi rentan/memberi/menerima pembayaran/memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang untuk berkuasa atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. di Kalimantan Barat trafiking terjadi akibat Pemerintah tidak berhasil dalam menanggulangi masalah Kemiskinan,Rendahnya tingkat pendidikan dan ketidak adilan gender serta Situasi Pulau Kalimantan Barat sebagai trans Nasional dalam segala aspek, perbatasan darat sepajang 800 km dan hanya satu perlintasan formal yaitu entikong serta kesenjangan ekonomi yang terjadi. Keadaan tersebut menyebabkan banyak Tenaga kerja dari Indonesia yang mencari pekerjaan ke Negara Jiran Malesia, yang tidak memiliki dokumen secara resmi. Negara Malesia lebih suka mencari tenaga kerja dari Indonesia yang ilegal karena upah yang diberikan akan lebih rendah dari tenaga kerja yang datangnya secara resmi memiliki paspor dan VISA. Kal-Bar merupakan Daerah pengirim transit sekaligus tujuan bagi korban-korban trafiking, Menurut Data ICMC dan ACILS mengatakan secara nasional terdapat + 3,7 juta orang korban trafiking,dan menurut Yayasan Rindang Banua menyebut 750.000 korban setiap tahun, serta LSM anak bangsa Entikong melaporkan ada 1.747 korban tahun (2002 - 2004). Proses terjadinya trafiking ini diKalimantan Barat yang pertama Modus pekerjaan rumah tangga, Buruh Bangunan, pekerjaan seks komersial dalam dan luar negeri, Pengantin pesanan dari singkawang. Sebagai daerah pengirim Kalimantan Barat memiliki penduduk multi etnis yang cukup banyak,dan banyak dari anak-anak yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya yang memadai karena biaya pendidikan yang cukup tinggi. Karena merasa kecewa maka ia tergoda dengan rayuan para calo yang merayu dengan Cara mendatangkan anak-anak perempuan didesa menawarkan sutu pekerjaan yang menarik dan dijanjikan dengan penghasilan yang cukup besar, calo tersebut biasanya orang kenalan dan bahkan saudara sendiri dari korban, Pembuatan dokumen menggunakan identitas palsu seprti KTP dan Paspor. Setelah itu korban diserahkan kepada agen dari luar negeri(Malesia). Di Kalbar menurut data IOM (Internasional organization of migran) pada bulan April 2005-januari 2006 yang berasal dari Kalbar berjumlah 227 korban. Kabupaten Bengkayang : 22,orang 10 % Kabupaten Landak: 38 orang 16 % , Kabupaten Kapuas Hulu 0 orang ,0 % , Kabupaten Ketapang 1orang : 0)%, Kabupaten Melawi 2 orang : 1%,Kota madiya Pontianak 13 orang : 6% Kabupaten Sambas 25 orang : 11% Kabupaten Pontianak 33 orang: 15%,Kabupaten sanggau 20 orang: 9%, Kabupaten Sekadau 9 orang : 4%, Kota madiya Singkawang 8 orang :4%, Kabupaten Sintang 4,orang : 2%, Diluar Kal-Bar 52 orang : 22%. Data ini menunjukan cukup besar korban trafiking di kalimantan barat, Hal ini Karena Provinsi Kalimantan Barat adalah urutan ke-7 dari 33 propinsi di Indonesia penduduknya miskin. Sampai dengan saat ini (November 2006) Penduduk miskin di Kalimantan Barat masih cukup tinggi, dan cenderung meningkat. Dalam tahun 2006 penduduk miskin di Kalbar bertambah dari 285.454 kepala keluarga (KK) akhir tahun 2005 menjadi 362.448 KK dari total penduduk 4.033.234 jiwa (data Oktober 2006). Faktor penyebabnya, menurut Sekda Propinsi Kalimantan Barat Syakirman, karena terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di sektor perusahaan industri kayu lapis. PHK ini akibat krisis bahan baku karena sudah habisnya sumber daya kayu. Jumlah korban PHK dari sektor industri kayu lapis sudah di atas 10.000 orang. Sedangkan TKI yang pulang dari Sarawak, lebih 3.000 orang sampai sekarang belum memiliki pekerjaan tetap. Para korban ini baik dari korban PHK maupun TKI ilegal dari Sarawak 90% berasal dari daerah pedalaman. Tahun 2002 penduduk miskin di Kalbar mencapai 15,46 %, tahun 2003 mencapai 14,79 %, tahun 2004 ada 13,91 %, tahun 2005 ada 44,97%, dan Februari 2006 menjadi 45%.
Kondisi ini disebabkan oleh ; Rendahnya pendidikan, kurangnya ketrampilan dan wawasan dalam pengelolaan hasil/pendapatan yang diperoleh untuk pengembangan ekonomi keluarga sebagai akibat keterbatasan perhatian pemerintah terhadap pendidikan dan penyadaran masyarakat khusunya di pedalaman, kedua karena rusaknya sumber daya alam yang selama ini merupakan sumber-sumber perekonomian masyarakat di Kalimantan Barat, akibat penebangan hutan yang tidak diperhitungkan dan perluasan perkebunan Kelapa sawit yang cenderung menghilangkan sumber-sumber pendapatan penduduk yang sudah menghidupi mereka sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun seperti karet, rotan, damar dan lain-lain. Kehadiran perkebunan sawit, yang menjadi andalan pemerintah di Kalimantan Barat juga telah berkontribusi merusak tatanan sumber daya alam atau keanekaragaman hayati, seperti penggundulan hutan, pengrusakan sumber-sumber daya air, pemusnahan satwa termasuk satwa langka seperti orang hutan, dan lain-lain. Kerusakan tatanan sumber daya air telah mengakibatan kesulitan air bersih dan mewabahnya penyakit di beberapa daerah. Perkebunan kelapa sawit juga telah menghilangkan hak-hak kepemilikan masyarakat atas tanah serta pemiskinan masyarakat secara struktural ,tanpa solusi yang jelas. Kebun plasma tidak mampu meringankan beban ekonomi para petani karena mereka dibebani kredit yang tidak kunjung lunas, sementara biaya pemeliharaan sawit sangat mahal dan usia produksinya terbatas. Sehingga masyarakat setempat hanya dimanfaatkan sebagai buruh kasar . Akibatnya banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya dan kaum muda yang putus sekolah terkatung-katung (menganggur), karena tidak mengerti harus berbuat apa. Kasus buta huruf dan putus sekolahpun terus berkepanjangan, karena beban biaya yang begitu tinggi. Ketiga dikarenakan infrastruktur yang belum memadai, sampai dengan saat ini Kalimantan Barat yang memiliki luas 146.708 km2, hanya tersedia jalan negara sepanjang 1.506 km (rusak 75 %), jalan propinsi 1.768 km dan jalan kabupaten/ kota 7.700 km (rusak 58 %). Akibatnya, masyarakat yang bermukim di kawasan terpencil dan hulu sungai sangat jarang disentuh program pembangunan khususnya pembangunan dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Pendidikan yang disediakan hanya sampai dengan Sekolah Dasar, Puskesmas hanya ada di kota kecamatan.
Faktor lain adalah belum memadainya pemahaman masyarakat terhadap sebuah pekerjaan, seperti berkebun sayur, menoreh karet, menjual sayur dianggap bukan pekerjaan sehingga diabaikan dan mereka cenderung mencari pekerjaan ke tempat lain seperti menjadi pembantu rumah tangga dan lain-lain. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak ketiga, untuk mengeksploitasi kaum perempuan dan anak-anak untuk dijual (ditrafficking) sebagai tenaga kerja ke luar negeri (Malaysia-terbesar) dengan janji upah yang tinggi. Mereka yang diekspoliasi kebanyakan adalah kaum perempuan dan anak yang buta huruf dan putus sekolah yang berusia antara 12 s/d 35 tahun .
Tahun 2005 angka korban perdagangan perempuan dan anak-anak (trafficking) di Kalimantan Barat yang ditangani International Organiztion fo Migration (IOM) dari bulan Juli s/d Desember 2005 mencapai 202 orang, tahun 2006 meningkat menjadi ,460 orang dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan hasil konseling yang dilakukan oleh IOM terhadap para korban, disimpulkan bahwa ini semua akibat kebodohan dan kemiskinan dalam berbagai aspek, oleh sebab itu yang penting dilakukan adalah pencegahan terjadinya korban baru. Dengan melakukan kompayai anti trafiking dan kita tidak perlu mencari kerja keluar Negeri dalam negeri kita sendiri bisa berusaha sesuai dengan kemampuan kita dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, dan 10% dari hasilnya di tabungkan di CU mana korban tersebut berada.

Tidak ada komentar: